Budaya Membaca “Instan” Menghambat Revolusi Mental

Prinile's Journal



Bukan tidak mau membaca, tujuan membacanya yang salah
Ahmad Juma Khatib 

TANGERANG - Pernyataan “Buku adalah Jendela Dunia” nampaknya tidak memiliki makna bagi masyarakat Indonesia masa kini yang selalu disibukkan oleh gadget mereka. Bahkan dilansir dalam survei yang dilakukan oleh Central Conecticut State University, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari 61 negara dengan presentase terendah 0,001% dalam minat membaca. Fakta  tersebut sangat memprihatinkan mengingat budaya membaca penting untuk generasi muda di masa yang akan datang. John Miller dari Central Conecticut State University mengutarakan bahwa minimnya tingkat melek aksara di dalam masyarakat dapat meningkatkan angka kemiskinan, kurangnya wawasan dan perkembangan daya pikir, sikap represif dalam hak asasi manusia serta rentan berperilaku kasar. Melihat perkembangan teknologi yang sudah semakin pesat di Indonesia, seharusnya minat membaca semakin meningkat dengan mudahnya akses terhadap sumber bacaan. Disamping itu, teknologi tersebut tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh masyarakat terutama oleh kaum pelajar dan para mahasiswa yang terlanjur bergantung pada konten audio visual dan media sosial.
Mahasiswa sebagai generasi penerus, adalah tombak bagi masa depan yang berperan penting untuk kemajuan bangsa. Akan tetapi, mahasiswa kini lebih menyukai membaca untuk menaikan prestasi bukan untuk mencari ilmu pengetahuan. Mereka tidak membaca untuk memahami isi materi dan cenderung mencari jalan cepat dengan membaca inti sarinya saja dari kajian baca untuk penulisan tugas atau ujian. Kebiasaan membaca secara instan inilah yang menjadi faktor utama krisisnya minat membaca di kalangan mahasiswa. Para mahasiswa juga lebih menyenangi bacaan bersifat menghibur dibandingkan kajian ilmiah yang seharusnya perlu dibaca. “Jadi bagaimana cara dia untuk menyukai belajar itu benar-benar harus dari hati dia sendiri. Untuk menyukai membaca.” Komentar Duta Wahyu Lestari, Mahasiswa Jurusan Managemen.
Kurangnya motivasi dalam diri mahasiswa juga dapat mendasari rendahnya keminatan untuk membaca karena motivasi tersebut adalah dasar dari rasa keinginan individu untuk tergerak melakukan sesuatu.
Rendahnya minat membaca di kalangan mahasiswa menyebabkan ketidakproduktifan dalam menghasilkan karya tulis ilmiah yang sangat dibutuhkan oleh anak bangsa. Padahal, tanpa adanya bacaan, sebuah bangsa dapat tidak mempunyai peradaban dan bisa menjadi pelayan bagi bangsa lain. Kurangnya keterampilan berbicara dan berdiskusi dalam mengerjakan tugas perkuliahan karena minimnya informasi yang diperoleh mahasiswa dan kemalasan dalam menulis sehingga menurunnya penerbitan buku-buku dan jurnal ilmiah.
Penanaman kembali (rebuild) akan minat membaca telah digalangkan, seperti gerakan revolusi mental yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi tentang membaca dapat memperbaiki mental mahasiswa. Membaca yang dilakukan terus-menerus dan menjadi suatu kebiasaan dapat merangsang otak dalam pembentukan karakter berdasar atas buku, infornasu dan pengetahuan yang diperoleh saat membaca. Hal ini tidak bisa dilakukan dengan cara instan, karena kebiasaan membaca dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang tidak terbatas, sehingga akan membentuk pola pikir mahasiswa Indonesia yang cerdas dan berkualitas. Dilengkapinya koleksi serta fasilitas penunjang dalam perpustakaan-perpustakaan agar pengunjung merasa nyaman untuk menghabiskan waktu membaca. Serta kajian-kajian bacaan terpopuler yang dikemas dalam bentuk semenarik mungkin guna menarik minat mahasiswa untuk membaca.
“Peranan orang tua dalam mengedukasi anaknya untuk lebih menyukai membaca juga sangatlah penting. Karena minat membaca yang sudah ditanamkan oleh lingkungan internal sang anak dapat menambahkan kecintaannya dalam membaca.” Komentar Duta Wahyu Lestari.
Orang tua yang mendidik anaknya dengan membiasakan membaca buku setiap hari sejak dini sangatlah berpegaruh terhadap pembentukan karakter dan kecerdasan anak tersebut. Anak yang suka membaca akan memiliki minat dan rasa ingin tau yang lebih besar dari anak yang jarang atau tidak membaca buku.
Mahasiswa yang pada saat ini mempunyai minat baca yang rendah, sebaiknya mulai membiasakan membaca buku-buku perkuliahan atau konten yang memperluas pengetahuan dan wawasan. Sudah saatnya generasi muda sadar akan ketertinggalan Indonesia dengan negara maju dan negara tetangga yang cukup pesat kemajuannya di bidang pengetahuan. Krisis minat membaca ini sangatlah memprihatinkan jika kita bandingkan dengan mahasiswa asing yang mempunyai pola pikir, karakter dan mental yang berintegritas tinggi karena memiliki kesadaran akan pentingnya membaca untuk kemajuan dan kesuksesan bangsa. Membaca tidak hanya untuk mendapatkan kelulusan atau sekedar hiburan melainkan untuk mendapat pengetahuan yang berasal dari kemauan dan rasa ingin tahu dari diri sendiri.


Lensary Suseno Puteri,
Ni Luh Ayu Sri Laksmi dan
Prisdawati Sinaga
Mahasiswa Sastra Inggris, Universitas Gunadarma Karawaci




Komentar

Postingan populer dari blog ini

PELAPISAN SOSIAL

How to translate NDS game language using Hex Editor Hex Workshop