Pariwisata Indonesia

 Impak Pariwisata di Bali

“Pariwisata sebagai kegiatan secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa dampak terhadap masyarakat setempat. Dampak pariwisata terhadap masyarakat mencakup: dampak terhadap sosial-ekonomi, dampak terhadap sosial budaya, dan dampak terhadap lingkungan.” (Pitana dan Gayatri, 2005). Berdasarkan kutipan diatas, pariwisata membawa dampak terhadap lingkungan dan budaya baik langsung atau tidak langsung kepada masyarakat. Seperti yang kita ketahui bahwa perkembangan pariwisata di Indonesia cukup pesat. Berdasarkan statistik wisatawan mancanegara oleh kementerian pariwisata tahun 2009-2014, tiap tahunnya  wisatawan yang berkunjung ke Indonesia bertambah 400 ribu sampai 600 ribu orang. Kekayaan alam dan budaya merupakan komponen penting dalam pariwisata Indonesia, hal ini yang membuat wisatawan mancanegara datang ke Indonesia. Tempat-tempat wisata yang memiliki warisan budaya yang kaya dan mencerminkan sejarah serta beragam etnis sangat menarik perhatian para wisatawan. Seperti candi Prambanan dan Borobudur yang merupakan peninggalan nenek moyang. Oleh karena itu pariwisata merupakan sektor penting dalam pemasukan ekonomi negara karena mampu menambah devisa dan membuka lapangan pekerjaan untuk warga.   

Namun tanpa kita sadari pariwisata juga menimbulkan dampak yang tidak diinginkan terhadap lingkungan dan budaya di masyarakat sekitarnya. Misalnya di propinsi Bali. Pulau bali adalah pusat wisata yang mendunia yang terkenal akan keindahan alam dan keunikan budayanya. Selama tiga dekade perekonomian bali bergantung dari industri pariwisata. Banyak hal positif yang didapat dari kedatangan wisatawan asing ke bali, tetapi tidak banyak masyarakat yang menyadari efek lain yang ditimbulkan maraknya wisatawan asing ke pulau dewata ini. Dampak pengembangan pariwisata pada lingkungan sekitarnya menurut Yoeti (2008) antara lain, "Pembuangan sampah sembarangan yang menyebabkan bau tak sedap da membuat tanaman di sekitarnya mati, pembuangan limbah hotel dan restoran yang merusak air sungai, danau dan laut." Semakin banyak manusia yang tinggal di suatu tempat maka semakin banyak pula limbah yang dihasilkan. Limbah tersebut tiap tahunnya terus bertambah. Selain itu semakin padatnya tempat tinggal penduduk dan lahan yang digunakan untuk tempat wisata mengurangi lahan sebagai penampungan sampah. Akhirnya, banyak sampah yang berserakan di sekitar pantai di Bali, tempat-tempat wisata dan sebagainya. Tidak heran jika Kuta mengalami musibah banjir pada Juni lalu. Maraknya pembangunan hotel-hotel, villa, dan tempat wisata lainnya, sehingga berkurangnya resapan air. Sebagai contoh lain, danau-danau di Bali mengalami pendangkalan hal ini karena perilaku yang mengabaikan aspek-aspek pelestarian lingkungan seperti banyaknya rumah-rumah dan fasilitas umum yang dibeton. Permasalahan transportasi seperti kemacetan dan masalah tempat parkir juga terjadi di Bali. Hal ini terjadi karena banyak warga dan wisatawan yang mengendarai kendaraan pribadi dan kurangnya kesiapan pemerintah Bali dalam mengatasi masalah transportasi. Pengembangan transportasi umum untuk wisatawan dan penduduk lokal serta mengurangi penggunaan mobil pribadi untuk mengatasi kemacetan di Bali. Pemerintah mencoba membangun halte-halte yang ukurannya cukup besar dan didirikan di atas trotoar. Ternyata halte-halte tersebut mengganggu kenyamanan orang yang lewat dan penduduk sekitar. Bali yang kecil tidak cocok untuk angkutan umum dan fasilitas dengan ukuran besar dan terlalu modern. Bali hanya butuh sistem transportasi umum yang kecil, praktis dan dapat mencakup seluruh tempat wisata di Bali melalui jalur-jalur alternatif. 

Dampak lainnya adalah masalah kesehatan. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) menyebutkan, hingga pertengahan 2014 tingkat penyebaran HIV?AIDS di Bali berada level paling berbahaya. Perkiraan KPA, jumlah penderita HIV/AIDS di Bali mencapai 26.000 orang. Bali berada ada kondisi darurat HIV/AIDS. Pengidap HIV/AIDS tidak hanya warga di Bali tetapi juga masyarakat yang tinggal di Bali baik itu pendatang maupun wisatawan asing. Mengapa kasus ini terjadi di Bali? Masyarakat Bali yang selalu senang menerima kedatangan wisatawan asing dan wisatawan dari luar kota tidak menyadari bahwa wisatawan tersebut bisa membawa penyakit menular. Kurangnya rasa kewaspadaan masyarakat terhadap tubuhnya membuat wabah ini dengan cepat berkembang di Bali. Selain itu masyarakat Bali mengalami pengaruh modernisasi. Hubungan seks bebas, mengkonsumsi narkoba dengan bergantian memakai jarum suntik dan lainnya adalah penyebab dari penyebaran wabah ini. Melalui dampak-dampak diatas kita bisa melihat bahwa pemerintah kurang siap dalam mengembangkan industri pariwisata. Pemerintahan hanya fokus pada pembangunan pariwisata saja, tidak memprediksi akibat dari pembangunan itu. Tidak ada salahnya untuk menerima wisatawan mancanegara ke negeri kita. Namun kita sebagai warga negara Indonesia, wajib menjaga lingkungan di sekitar tempat pariwisata dan waspada terhadap wisatawan asing atau wisatawan dari luar kota.

Sumber :          
Pitana, I. Gede dan Gayatri Putu G. (2005). Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi.     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PELAPISAN SOSIAL

How to translate NDS game language using Hex Editor Hex Workshop